RajaPena |
Sejak kecil kita selalu di ajarkan cara
menghargai orang lain. Dengan berkawan kita lebih bisa memahami arti sebuah
kesetiaan. Di sekolah kita terus belajar mengenai cara untuk hidup di dunia ini.
hidup bertetangga, hidup berteman, hidup beragama, dan titiknya adalah kita
akan menggantikan posisi itu menjadi hidup berumah tangga. Begitulah dunia
berputar. Ia sejalan dengan keadaan, hal yang di tentukan sudah tertulis dalam
takdirNYA, dan semua yang kita lakukan berusaha dan berdo’a.
Dalam memahami konsep hidup itulah manusia terus mengembangkan filosofi (Kesejahteraan) untuk mencapai apa yang diperlukan manusia untuk hidup di dunia ini. Bermula dari cara-cara yang sesuai dengan ajaran agama atau kepercayaan dalam iman, juga pada spasi yang menghubungkan kita semua dalam suatu negara.
Dalam memahami konsep hidup itulah manusia terus mengembangkan filosofi (Kesejahteraan) untuk mencapai apa yang diperlukan manusia untuk hidup di dunia ini. Bermula dari cara-cara yang sesuai dengan ajaran agama atau kepercayaan dalam iman, juga pada spasi yang menghubungkan kita semua dalam suatu negara.
Oke mungkin tidak usah terlalu jauh
tentang negara, sebut saja dalam satu desa, biar lebih ringan.
Dalam menjalani hidup yang mempunyai
lingkungan yang asri kita bisa merasakan lekukan alam yang indah merona. Sadar
akan semua yang telah diberikan berupa Nikmat dan kita selaku makhluk patut dan
harus bersyukur dengan apa yang telah ada.
Dengan nikmat itu kita kadang lupa cara
mensyukuri, inilah mungkin yang menyebabkan kita tuli mendengarkan yang baik
dan agresif menyapa yang buruk.
Disisi lain ukuran kedewaan kadang
tidak bisa di ukur dengan umur. Kadang umur hanyalah sebuah formalitas
agar permasalahan tuntas. Karena secara
Hakiki dewasa adalah bisa membedakan yang baik dan yang buruk.
Oke agar kita kembali dijalan akal
sehat, nikmat memang banyak yang lupa kita sebut itu nikmat. Nikmat yang
mungkin terabaikan, atau juga tahu tapi membngkam saja lalu diam. Sebut saja Nikmat
berpikir, ya betul sekali,nikamt berpikir.
Berpikir adalah sebuah bentuk yang
dikhususkan untuk mencapai sebuah tujuan dengan jelas. Bahkan semua orang bebas
berpendapat untuk mengartikan pemikiran mereka. Tentu itu apa yang ada di
kepala yang secara umum disebut “otak”. Jika ada yang bilang “gak ada otak kau
ya” maka itu artinya pikiran ada namun non aktif (baterainya lowbat, haha). Ya
begitulah cara pandang kita secara alami.
Jauh lebih dalam mengenai pemikiran. jika
kita diciptakan untuk tidak berpikir maka kita tidaklah jauh berbeda dengan
hewan berkaki empat. Karena kita adalah sesempurnanya makhluk yang Tuhan
ciptakan paling sempurna dipermukaan bumi ini. Dengan berpikir khususnya
menghidupkan pemikiran adalah hal yang sangat istimewa. Betapa tidak, semua
ide-ide yang dikembangankan dengan berbagai macam penemuan di dunia ini adalah
merupakan aktifnya sebuah pemikiran.
Memang pikiran itu tetap menyala dan
hidup namun kadang belum sepenuhnya terisi dengan baik. Untuk mengisi
pemikiran-pemikian itu kita bisa memilih untuk terus belajar dalam hidup.
Belajar memahami, belajar berinteraksi, belajar segalanya yang membuat kita
aktif dalam berpikir.
Disamping itu sebelum kita sampai pada
titik itu lalu pemikiran yang menyimpang atau bisa dikatakan belum cukup paham
mengenai arti sebuah pencarian pemahaman muncul seolah berserakan tak tentu
arah. Berbagai macam pertanyaan muncul dari mulut yang kelihatannya tidak di
aktifkan cara berpikirnya, mungkin yang ada hanyalah hal negatif yang telah
tertanam rapi di otak.
Dalam hal ini ketika perguruan tinggi
adalah salah satu wadah yang bisa dijadikan tempat untuk mengaktifkan
pemikiran. Banyak yang berbondong kuliah dengan harapan mempunyai masa depan
secara finasial yang indah, atau kuliah dengan tekad kuat ingin mencari pengalaman,
yang mana semua maksud itu adalah cara untuk melakukan perubahan yang secara
tidak langsung dirasakan bahwa itu adalah proses pencarian untuk membuat
pemikiran itu hidup dan aktif.
Acap kali ada ucapan ataupun kalimat
dan narasi yang terlontarkan ketika ada pernyataan "Untuk apa sih kuliah,
toh ujung-ujungnya nyari duit" seperti ini kerap membuat kita agak geram
dengan pola pemikiran yang dianggap tidak menghargai keputusan orang lain.
Maksud dari keputusan itu adalah sejauh mana ada tingkat kewarasan-kewarasan
kecil yang harus melekat pada diri seseorang untuk memahami kondisi tertentu
dalam mencapai yang sering kita sebut dengan “peka”. Sementara kapasitas kita
memang berbeda-beda dalam memahami sesuatu. Ada yang hanya melihat sekilas bisa
langsung paham, ada yang sudah diberi sinyal kerutan dahi tapi masih saja
melanjutkan dan bisa disebut meremehkan “peka” itu sendiri. Soal peka mungkin
agak susah dipelajari, namun karena ada banyak pilihan untuk memahami semua itu
maka Pendidikan itu sangat perlu. Soal pertanyaan yang terlontar dari orang
yang bagus isi dompetnya namun tidak bersekolah ini bisa menyebabkan cacatnya
salah satu defenisi yang telah lama dipelihara oleh kaum terpelajar dan sudah
lama menuntut ilmu namun belum begitu sejahtera hidupnya dari segi finansial. Namun
tidak semudah itu untuk mengubah pola pikir orang berpendidikan. Disebut orang
berpendidikan karena kelihaiannya mencapai pemahaman yang terstruktur atau
tertata rapi. Konsep-konsep inilah jarang didapatkan oleh orang yang tidak
berkuliah atau alangkah lebih tepatnya lagi adalah orang yang tidak mau belajar.
Perbedaan-perbedaan yang menonjol mungkin agak jarang terlihat, karena untuk
mendeteksi itu yang bisa berperan lebih jauh dan bisa dijadikan pilihan dan
mungkin secara serius adalah ditangangi oleh orang yang faham dunia Psikologi.
Intinya adalah belum tentu yang
berpendidikan tinggi bisa mengakifkan pemikirannya, dan belum tentu juga yang
tidak berpendidikan tinggi tidak bisa mengaktifkan pemikirannya, dan diantara
keduanya yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk itu adalah yang ditempuh
dalam wadah.
Yang membedakan itu, pola pikir dan
bentuknya.
Untuk penutup, kita memang sudah
ditakdirkan untuk hidup yang telah ditentukan arahya. Dalam sebuah firman Allah
SWT berbunyi,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11].
Inilah dasar, mengapa kita harus tetap
berusaha dan berdo’a, untuk perubahan pola pikir. Dari anak-anak menjadi
remaja, dewasa, dan menjadi tua.
No comments:
Post a Comment