Pernah kita sama sama susah
Terperangkap didingin malamTerjerumus dalam lubang jalananDigilas
kaki sang waktu yang sombongTerjerat mimpi yang indah lelap
Pernah kita sama-sama rasakanPanasnya mentari hanguskan hatiSampai
saat kita nyaris tak percayaBahwa roda nasib memang berputarsahabat masih
ingatkah kau........ (Iwan Fals)
Manis sekali lirik itu untuk kubuat sebagai pegantar.
walaupun suara itu jarang terdengar akhir-akhir ini kuharap akan bersuara
dikemudian hari. pada saat kita merasa bosan dan merasa bahwa setiap kali
peristiwa yang terjadi di negeri, ini selalu berujung kontroversi dari tingkat
rendah hingga tingkat tinggi. mencemooh satu dengan yang lain, persaingan tidak
sehat sering dilakukan, dan lebih konyolnya lagi hal yang tidak karuan
dijadikan rujukan atas dasar muklat tak terbantahkan. yang benar bisa jadi
salah, yang salah bisa jadi benar, yang pendusta seringkali tidak terdeteksi,
karena sangat mahir menutupi ruang kendali tanpa kunci. yang terpenting banyak
kongsi dan koneksi, merajai lembah kebohongan yang sakti. aku hanya melihat
tanpa ingin andil dalam menghakimi, suasana hatikupun belum mampu kucegah untuk
beranjak pergi dari emosi, apalagi mengurusi dan berkomentar yang mungkin
dianggap lucu jika didengar, karena aku hanya ingin mendengar, tentang era
milenial yang selalu membutuhkan elit politik cerdas dan ideal.
keterikatan memang sangat jauh antara aku dan pemikiran-pemikiran orang-orang yang duduk dan penting itu. setiap kali aku mendengarnya bicara entah mengapa aku merasa ingin pergi menentang jalan pulang. bukan karena benci dan emosi, tapi ini tentang rasa malu yang dirasakan oleh masyarakat biasa, bahkan sangat biasa yang hanya tahu cara menilai secara acak namun mengena dalam benak. Sebagai seorang pemimpin yang gagah, berani, tapi kurang cerdas membaca jaman. kekurangannya sangat banyak melebihi jumlah berat badan dan berat otaknya. lalu ketika aku mendengar barisan kalimat yang menurutku merdu sekali untuk disimak secara seksama, "Dungu sampai ketulang", aku langsung berkespersi tidak jelas, dahiku mengkerut, itu dinamankan ekspresi aneh, dan aku merasakan kepuasan pendengaran atas kalimat-kalimat tertuju pada dungu itu. Sadar betul bahwa kapasitas sebagai kaum milenial yang biasa-biasa saja, hanya seperti karang yang terus di terjang ombak, hanya bisa menerima kebijakan demi kebijakan, retorika demi retorika dan nalar demi nalar. ombak itu memang tidak terlalu bahaya saat ini, kehadirannya mungkin masih dinilai dari sudut pandang kritik yang kurang cerdas yang dicerna oleh Petinggi Negeri yang haus akan Apresiasi padahal minim prestasi bahkan sempat-sempatnya retorika diubah menjadi buli. aku tidak keberatan untuk mendengar itu, tapi naluriku berkata, "sampai kapan kita akan begini".
lalu pemilu akan segera bergulir tahun 2019 ini, dimana elit dan mungkin pemikiran politik segera membasahi bumi indonesia yang ramah tamah ini. kita di anjurkan memilih dan menusuk gambar yang kita yakini bisa merubah keadaan. gambar itu sangat apik dikemas, senyum meriah terpancar. memilih dan memilah itu perlu kejelian, agar kita tidak ada rasa menyesal dikemudian hari. memilih antara yang sudah berjanji tapi belum ditepati atau memilih yang masih akan baru berjanji itu tergantung pada hati nurani dan akal pikiran yang sehat, bukan pikiran yang dungu sampai ke liang lahat (ah haha, bicara apa aku ini). Tapi benar kawan, kita sudah seharusnya lebih meihat lebih dalam dari biasanya. kita beberapa kali selalu saja terjebak di keadaan yang sama dengan janji-janji yang kurang ditepati bahkan tidak disentuh sama sekali ketika janji terikrar dari lidah yang terbiasa berbohong. sudah saatnya kita beranjak maju dan berpikir bagaimana mewujudkan pemikiran yang layak untuk kita pilih.dari pandangan lain, sangat banyak sekali pemikir-pemikir negeri ini yang kadang seakan-akan sudah terbaca seperti apa arah tujuannya . dengan menjatuhkan kata-kata yang sulit dicerna hingga fakta yang tak sesuai data. permainan demi permainan terus berjalan, dengan keadaan yang seolah pihak tertentu berebut kursi yang isinya kosong.
kita mungkin hampir sepakat saat itu dengan salah satu pembicara di acara Stasiun Tv, "Kita seperti kehilangan kemewahan berpolitik" kata Rocky Gerung, beliau ini yang sering Kita dengar mengatakan kata "Dungu", dan seketika kita langsung yang tadinya hampir setuju menjadi sangat setuju dengan uraian yang beliau sampaikan saat itu. walau tidak banyak mengerti tentang politik, namun ada rasa penasaran dalam diri yang membuat semua yang terlihat seperti berlainan dan rancu dalam hal pemikiran, maka ada panggilan dari dalam yang membuat olahan kalimat yang terdengar begitu renyah dan ingin ikut berkata-kata dan membantu memadati kata-kata yang diucapkan.dari hal ini bahwa kita selalu harus belajar dan memahami jika ingin benar-benar peduli, tapi masalahnya adalah semakin kita ingin memahami semakin besar pula tingkat ketidaktahuan yang kita ingin mengerti. ini datang dari faktor kebohongan yang selalu terlihat dengan jelas baik itu didepan mata, kadang juga lewat layar TV yanng terlihat nyata. Uang rakyat menjadi korban, Dewan Perwakilan Rakyat jadi sorotan. Ketika kata "Korupsi" sangat dekat dengan mereka yang duduk mewakili disana ternyata ada permainan lain yang bergulir. entah kita dianggap selalu bodoh dengan permainan itu, atau karena kita tidak melihat, niat baik akan melahirkan yang baik-baik dan juga sebaliknya.
Di sudut lain dari Wakil Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPRRI), Fahri Hamzah mengatakan dalam pembicaraanya di sebuah acara "Ngopi Bareng Fahri", yang memang mungkin sudah beberapa kali kita menyaksikan ia berpartisipasi dalam bicara (Karena Tugas Beliau sebagai Legislatif hanya Berbicara katanya), beliau menyampaikan banyak uraian tentang nasib bangsa ini kedepan, juga mengulas betapa kejamnya rezim ini mempermainkan keadaan, dari sini aku sedikit lega karena bahwa yang Terpidana di DPR hanyalah yang mempunyai niat buruk dan tidak semuanya berpikir untuk membuat permainan Jahat di Kursi Jabatan, Pak Fahri adalah contoh bagi Dewan Perwalikan Rakyat Indonesia yang mampu mendobrak akal dan pikiran yang buntu dan tidak sehat itu. tidak sehat pikirannya karena hanya memikirkan Uang dan uang, tidak sehat pemikirannya karena asik saja hanya tentang Jabatan dan jabatan.
kita tidak tahu dan berpendapat seperti apa indonesia di masa yang akan datang, harapan kita semua bahwa apa yang kita percayai menjadi yang baik semoga semuanya akan berjalan baik. aku juga tidak mengerti mengapa tulisan ini bisa mengalir seperti ini, yang kita tahu, hanya sedikit peduli dan mungkin mudah-mudahan banyak peduli terhadap apa saja yang terjadi dalam birokrasi negeri yang ngeri ini. mudah-mudah di tahun pemilu ini kita bisa memilih pemimpin yang benar-benar bisa memimpin, pemimpin yang punya rencana yang baik dalam membangun negeri. karena kita yakin siapapun yang akan terpilih nanti mereka adalah pilihan terbaik negeri tercinta ini.
Mungkin banyak kalimat dan kata-kata yang kurang berkenan dihati dan pikiran sehingga ada kerutan dahi di wajahmu, aku minta maaf. karena ini hanyalah Opini dari Tempuhtamah. ini hanya tentang rasa peduli.
Pilihlah dan jangan tidak memilih.Jangan Golput :).
keterikatan memang sangat jauh antara aku dan pemikiran-pemikiran orang-orang yang duduk dan penting itu. setiap kali aku mendengarnya bicara entah mengapa aku merasa ingin pergi menentang jalan pulang. bukan karena benci dan emosi, tapi ini tentang rasa malu yang dirasakan oleh masyarakat biasa, bahkan sangat biasa yang hanya tahu cara menilai secara acak namun mengena dalam benak. Sebagai seorang pemimpin yang gagah, berani, tapi kurang cerdas membaca jaman. kekurangannya sangat banyak melebihi jumlah berat badan dan berat otaknya. lalu ketika aku mendengar barisan kalimat yang menurutku merdu sekali untuk disimak secara seksama, "Dungu sampai ketulang", aku langsung berkespersi tidak jelas, dahiku mengkerut, itu dinamankan ekspresi aneh, dan aku merasakan kepuasan pendengaran atas kalimat-kalimat tertuju pada dungu itu. Sadar betul bahwa kapasitas sebagai kaum milenial yang biasa-biasa saja, hanya seperti karang yang terus di terjang ombak, hanya bisa menerima kebijakan demi kebijakan, retorika demi retorika dan nalar demi nalar. ombak itu memang tidak terlalu bahaya saat ini, kehadirannya mungkin masih dinilai dari sudut pandang kritik yang kurang cerdas yang dicerna oleh Petinggi Negeri yang haus akan Apresiasi padahal minim prestasi bahkan sempat-sempatnya retorika diubah menjadi buli. aku tidak keberatan untuk mendengar itu, tapi naluriku berkata, "sampai kapan kita akan begini".
lalu pemilu akan segera bergulir tahun 2019 ini, dimana elit dan mungkin pemikiran politik segera membasahi bumi indonesia yang ramah tamah ini. kita di anjurkan memilih dan menusuk gambar yang kita yakini bisa merubah keadaan. gambar itu sangat apik dikemas, senyum meriah terpancar. memilih dan memilah itu perlu kejelian, agar kita tidak ada rasa menyesal dikemudian hari. memilih antara yang sudah berjanji tapi belum ditepati atau memilih yang masih akan baru berjanji itu tergantung pada hati nurani dan akal pikiran yang sehat, bukan pikiran yang dungu sampai ke liang lahat (ah haha, bicara apa aku ini). Tapi benar kawan, kita sudah seharusnya lebih meihat lebih dalam dari biasanya. kita beberapa kali selalu saja terjebak di keadaan yang sama dengan janji-janji yang kurang ditepati bahkan tidak disentuh sama sekali ketika janji terikrar dari lidah yang terbiasa berbohong. sudah saatnya kita beranjak maju dan berpikir bagaimana mewujudkan pemikiran yang layak untuk kita pilih.dari pandangan lain, sangat banyak sekali pemikir-pemikir negeri ini yang kadang seakan-akan sudah terbaca seperti apa arah tujuannya . dengan menjatuhkan kata-kata yang sulit dicerna hingga fakta yang tak sesuai data. permainan demi permainan terus berjalan, dengan keadaan yang seolah pihak tertentu berebut kursi yang isinya kosong.
kita mungkin hampir sepakat saat itu dengan salah satu pembicara di acara Stasiun Tv, "Kita seperti kehilangan kemewahan berpolitik" kata Rocky Gerung, beliau ini yang sering Kita dengar mengatakan kata "Dungu", dan seketika kita langsung yang tadinya hampir setuju menjadi sangat setuju dengan uraian yang beliau sampaikan saat itu. walau tidak banyak mengerti tentang politik, namun ada rasa penasaran dalam diri yang membuat semua yang terlihat seperti berlainan dan rancu dalam hal pemikiran, maka ada panggilan dari dalam yang membuat olahan kalimat yang terdengar begitu renyah dan ingin ikut berkata-kata dan membantu memadati kata-kata yang diucapkan.dari hal ini bahwa kita selalu harus belajar dan memahami jika ingin benar-benar peduli, tapi masalahnya adalah semakin kita ingin memahami semakin besar pula tingkat ketidaktahuan yang kita ingin mengerti. ini datang dari faktor kebohongan yang selalu terlihat dengan jelas baik itu didepan mata, kadang juga lewat layar TV yanng terlihat nyata. Uang rakyat menjadi korban, Dewan Perwakilan Rakyat jadi sorotan. Ketika kata "Korupsi" sangat dekat dengan mereka yang duduk mewakili disana ternyata ada permainan lain yang bergulir. entah kita dianggap selalu bodoh dengan permainan itu, atau karena kita tidak melihat, niat baik akan melahirkan yang baik-baik dan juga sebaliknya.
Di sudut lain dari Wakil Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPRRI), Fahri Hamzah mengatakan dalam pembicaraanya di sebuah acara "Ngopi Bareng Fahri", yang memang mungkin sudah beberapa kali kita menyaksikan ia berpartisipasi dalam bicara (Karena Tugas Beliau sebagai Legislatif hanya Berbicara katanya), beliau menyampaikan banyak uraian tentang nasib bangsa ini kedepan, juga mengulas betapa kejamnya rezim ini mempermainkan keadaan, dari sini aku sedikit lega karena bahwa yang Terpidana di DPR hanyalah yang mempunyai niat buruk dan tidak semuanya berpikir untuk membuat permainan Jahat di Kursi Jabatan, Pak Fahri adalah contoh bagi Dewan Perwalikan Rakyat Indonesia yang mampu mendobrak akal dan pikiran yang buntu dan tidak sehat itu. tidak sehat pikirannya karena hanya memikirkan Uang dan uang, tidak sehat pemikirannya karena asik saja hanya tentang Jabatan dan jabatan.
kita tidak tahu dan berpendapat seperti apa indonesia di masa yang akan datang, harapan kita semua bahwa apa yang kita percayai menjadi yang baik semoga semuanya akan berjalan baik. aku juga tidak mengerti mengapa tulisan ini bisa mengalir seperti ini, yang kita tahu, hanya sedikit peduli dan mungkin mudah-mudahan banyak peduli terhadap apa saja yang terjadi dalam birokrasi negeri yang ngeri ini. mudah-mudah di tahun pemilu ini kita bisa memilih pemimpin yang benar-benar bisa memimpin, pemimpin yang punya rencana yang baik dalam membangun negeri. karena kita yakin siapapun yang akan terpilih nanti mereka adalah pilihan terbaik negeri tercinta ini.
Mungkin banyak kalimat dan kata-kata yang kurang berkenan dihati dan pikiran sehingga ada kerutan dahi di wajahmu, aku minta maaf. karena ini hanyalah Opini dari Tempuhtamah. ini hanya tentang rasa peduli.
Pilihlah dan jangan tidak memilih.Jangan Golput :).
No comments:
Post a Comment